Mengapa Ormas Problematik Dibiarkan Pemerintah

Daftar Isi [Tampil]

Mengapa Ormas Problematik Dibiarkan Pemerintah

Canva AI - Segerombolan Berandalan berjaket orange dengan motif loreng
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Canva AI)

Premanisme tidak mungkin eksis, tanpa adanya campur tangan negara. Mereka (pemerintah) dengan sengaja membiarkan; dan memelihara para preman itu untuk terus ada sebagai alat politik.


Kurang lebih itulah satu diantara rangkuman ceramah yang disampaikan oleh Ian Douglas Wilson, dosen sekaligus penulis buku Politik Jatah Preman pada Mei 2025 lalu. Lebih tepatnya saat kuliah umum yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Politik di Unhas (Universitas Hasanuddin).


Pernyataan Ian Douglas seakan membuka paksa mata orang Indonesia bahwa isu premanisme dan ormas akhir-akhir ini tidaklah sederhana. Jika dibedah lebih dalam, bisa ditemukan lebih banyak fakta dan sisi gelap lain dari isu tersebut. Apa yang bisa kita temui di jalan seperti pungli, parkir liar, dan pemerasan pedagang pasar, hanyalah kulit luarnya saja.


Di dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Julianto Ibrahim yang berjudul Kriminalitas, Hegemoni, dan Politik: Premanisme di Yogyakarta pada Masa Orde Baru, terselip beberapa nama partai politik dan tokoh nasional yang terlibat dalam perkembangan Ormas khususnya di Yogyakarta. Termasuk di dalamnya partai Golkar di masa lalu, dan Soeharto.


Terkesan agak kontradiktif saat nama pak Harto ikut terseret. Dikarenakan hampir semua orang Indonesia tahu kalau Petrus (Penembakan Misterius yang menargetkan preman dan pelaku kriminal) terjadi pada masa pemerintahan presiden RI kedua itu. Kontradiksi itulah yang akan turut dibahas di artikel ini.


Asal Muasal “kata” Premanisme 

Ada banyak versi yang menjelaskan tentang asal dan makna dari istilah premanisme. Melansir dari berbagai sumber seperti tempo, kata preman mulanya berasal dari zaman penjajahan belanda (VOC). Pada masa itu, orang-orang yang bebas dari kontrak kerja atau bebas dari kerja paksa disebut dengan vrijman. Sebutan ini juga digunakan untuk melabeli para pedagang bebas yang juga tidak terikat dengan VOC. Seiring berjalannya waktu, vrijman berubah menjadi preman karena orang Nusantara kesulitan melafalkan kata tersebut.


Beda jauh dengan makna preman hari ini. Perspektif dan asumsi masyarakat terhadap kata “preman” hampir bisa dipastikan negatif. Publik melihat preman sebagai sosok pembuat onar, suka berbuat kekerasan, tukang palak, dan berbagai tindakan kriminal lainnya. Maka tidak heran, ormas-ormas yang terdiri dari para mantan/masih aktif sebagai preman juga turut mendapat label serupa.


Para preman ini sejatinya juga berasal dari masyarakat. Mereka lahir dari orang-orang kelas bawah yang terpinggirkan; sulit mendapat akses pendidikan; dam ekonomi yang layak. Mereka ingin dipandang sebagai orang penting dan dibutuhkan; dan putus asa dalam mencari penghidupan. Hanya saja, keputusasaan itu mereka jadikan validasi untuk melakukan berbagai kekerasan dan kriminal.


Dengan menjadi anggota ormas, para preman seakan mendapatkan semua itu. Mereka diakui dan mendapat legitimasi dengan bergabung dengan organisasi. Sebagian berhenti dari aktivitas sebagai preman, sedangkan sebagian lagi semakin menjadi-jadi.


Dilansir dari berbagai sumber, sudah berulang kali Ormas membuat onar terutama di sektor industri. Para preman berlabel ormas ini menuntut pemilik usaha untuk memberikan “insentif” pada mereka. Jika tidak mereka akan mengganggu operasional pabrik dengan segala cara. Tidak sampai di sana, dikabarkan juga bahwa ormas GRIB jaya sempat menguasai lahan milik BMKG Tangsel secara paksa.


Dengan berbagai problematika itu, pemerintah seolah diam saja. Negara terkesan pura-pura tidak tahu dan tidak mendengar keresahan masyarakat. Intinya, kenapa pemerintah tidak membubarkan saja ormas-ormas yang terbukti bermasalah? Bubarin FPI saja bisa, kenapa yang lain tidak?


Pengendalian Premanisme

Percaya tidak jika pengendalian premanisme dengan menggunakan ormas itu dilakukan semenjak Orde Baru? Pasti agak kontradiktif mengingat adanya petrus (1983-1985). Namun, jika melihat kembali latar belakang petrus, maka satu titik yang luput diperhatikan.


Petrus sekalipun sangat membabi buta, tujuannya tidak hanya untuk menghabisi para preman dan pelaku kriminal saja. Di balik itu ada tujuan lain yaitu pengontrolan dan pengendalian. Petrus menjadi satu peluru yang menyasar dua target: fisik dan psikologis. Menanamkan ketakutan pada benak setiap orang.


Setelah masa kelam itu berakhir dan masa tenang kembali, preman dan para berandalan kembali bermunculan. Namun, kali ini jauh lebih dapat “dikendalikan”, mungkin efek dari petrus sebelumnya. Para preman dan berandalan yang dapat diajak “berkompromi”, mulai membuat sendiri atau diserap masuk ke dalam ormas yang sudah ada sebelumnya.


Dari artikel jurnal tulisan Julianto Ibrahim dengan judul yang sama. Dituliskan bahwa ketika geng Joxsin dan Qizruh (dua geng terkenal di Jogja dulu) bubar, sebagian dari mantan anggotanya bergabung ke ormas. Joxsin masuk barisan laskar PPP, sedangkan Qizruh terpecah dua; sebagian diserap Pemuda Pancasila dan sisanya masuk PDI.


Dari sini kita bisa membuat sebuah asumsi bahwa perekrutan anggota ormas tidak terbatas pada warga sipil biasa. Mereka juga menyasar para preman, anak jalanan, berandalan, dan orang-orang terpinggirkan lainnya.


Kemesraan Ormas dengan Partai Politik

Ormas-ormas besar di Indonesia hampir pasti berafiliasi dengan partai tertentu. Dulu PP ada di pihak Golkar, kemduan ada GPK di sisi PPP, dan sebagainya. Terdapat hubungan simbiosis mutualisme di antara kedua entitas tersebut. Di satu sisi, parpol membutuhkan alat demi melanggengkan kekuasaan; di sisi lain ormas membutuhkan kepastian hidup dan karir.


Partai politik butuh kambing hitam untuk mendulang suara masyarakat, mempertahankan kekuasaan wilayah, dan bertahan dari serangan ormas parpol lain. Mereka menempatkan anggota ormas terkait sebagai pengamanan dan juga melakukan tugas lain yang butuh kekerasan. Tindakan seperti mengintimidasi lawan politik; dan bentrok dengan ormas lain.


Ormas juga butuh sapi perah untuk terus hidup. Dengan berafiliasi dengan parpol, baik di atas atau di bawah meja, ormas bisa mendapatkan legitimasi dan kesempatan hidup lebih baik khususnya bagi anggota yang menduduki posisi pucuk sebagai ketua umum/cabang. Entah itu soal uang maupun karir politik. Maka, akan muncul nama-nama seperti Bambang Soesatyo sebagai representasi pejabat dari kalangan ormas.


Di Balik Topeng Premanisme

Pungli, parkir liar, pemalakan, dan yang sejenis itu cuma kulit luar dari premanisme berkedok ormas. Satu lapis di bawahnya, kita akan nemu fakta lain kalau ternyata tenaga preman ini dibutuhkan. Mereka disewa oleh pihak-pihak tertentu sebagai pasukan tak resmi. Biasanya mereka mendapat tugas pengamanan dan nggak jarang mengintimidasi warga sipil biasa.


Dari berita yang sempat beredar lalu. Beberapa orang yang sempat mengkritik pemerintah, mengaku mendapatkan teror. Mereka tiba-tiba didatangi OTK dari ormas tertentu; ditelfon dan di-chat nomor tak dikenal; dan yang terbaru, diserempet di jalan hanya karena nulis opini kritik. Siapa lagi aktor yang paling tepat untuk melakukan itu semua selain preman yang ada di tubuh ormas?


Apalagi ditambah dengan fakta bahwa sebagian ormas dan preman itu memang dipelihara oleh pemerintah. Sejak zaman orde baru sampai dengan sekarang. Ormas-ormas yang masih berguna sebagai alat politik dijamin pasti akan tetap bertahan. Lain cerita dengan ormas seperti FPI sudah tidak bisa “dikendalikan”, tinggal menunggu waktu untuk menghilang.


Kalaupun ada penertiban ormas dari kepolisian, itu hanya akan menjadi obat penenang sementara. Pemerintah, Negara, dan Polisi bisa menjaga citra, tapi keresahan masyarakat tetap ada. Preman-preman yang ditangkap itu hanya sekelas ikan teri: tukang palak dan jukir liar. Itupun nggak semua.


Sebenarnya, jika mau jujur, tidak ada orang Indonesia yang benar-benar membenci ormas. Keberadaan ormas bisa saja diharapkan dan dirindukan oleh orang-orang seandainya mereka melakukan dua hal. Pertama, melepaskan tindakan premanisme (kekerasan, pemerasan, dan sebagainya). Kedua, mulai berbuat kebaikan untuk masyarakat bersama.


Referensi

Aditjondro, G. J. (2008). Mapping the Indonesian Mafia: Indonesian State Policy and the Rise of the New Criminal Class. Dalam T. Lee (Ed.), The State and the New Social Order: From the Margins to the Centre (hlm. 165-194). Brill. Diperoleh dari https://www.degruyterbrill.com/document/doi/10.1355/9789812305114-028/pdf?licenseType=restricted


Anggraini, D. A. (2023). Premanisme dan Negara: Studi Kasus Premanisme di Kota Samarinda. eJournal Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Mulawarman, 11(3). Diperoleh dari https://ejournal.ps.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2023/08/eJournal%20Farras%20Thifaal%20Nadaa%20Ganjil%20fixed%20(2)%20(08-11-23-05-25-34).pdf


BBC News Indonesia. (2024, 7 Mei). Mengapa premanisme masih hidup dan 'dipelihara' di Indonesia? BBC News Indonesia. Diperoleh dari https://www.bbc.com/indonesia/articles/cp919v2n49go


Priyono, A. (2021). Politik Premanisme dan Kekerasan dalam Pemilu di Indonesia. Kawistara, 11(1), 1-17. Diperoleh dari https://journal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/73479/39186


Tempo. (2018, 25 November). Begini Preman dalam Cuplikan Khazanah Literatur. Tempo.co. Diperoleh dari https://www.tempo.co/hukum/begini-preman-dalam-cuplikan-khazanah-literatur--449822


Tempo. (2020, 24 Agustus). Sejak Kapan Istilah Premanisme Dikenal? Tempo.co. Diperoleh dari https://www.tempo.co/hukum/sejak-kapan-istilah-premanisme-dikenal--1424182


Tempo. (2022, 11 Mei). Dosen Murdoch University Jelaskan Fenomena Premanisme Ikut Dipelihara Negara. Tempo.co. Diperoleh dari https://www.tempo.co/politik/dosen-murdoch-university-jelaskan-fenomena-premanisme-ikut-dipelihara-negara-1583464


Tempo. (2022, 11 Mei). Dosen Murdoch University: Operasi Antipremanisme Cara untuk Disiplinkan Ormas. Tempo.co. Diperoleh dari https://www.tempo.co/politik/dosen-murdoch-university-operasi-antipremanisme-cara-untuk-disiplinkan-ormas-1583469


Tempo. (2022, 20 Juni). Mekanisme Pembubaran Ormas yang Terlibat Premanisme. Tempo.co. Diperoleh dari https://www.tempo.co/hukum/mekanisme-pembubaran-ormas-yang-terlibat-premanisme-1603149


Tempo. (2022, 11 Juli). Polda Metro Jaya Beberkan Mekanisme Penelusuran Aliran Dana Premanisme ke Ormas. Tempo.co. Diperoleh dari https://www.tempo.co/hukum/polda-metro-jaya-beberkan-mekanisme-penelusuran-aliran-dana-premanisme-ke-ormas--1613135


Penulis: Maulana Hasan

Editor: Maulana Hasan


Tags: